Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum Negara
Nganjuk, megapos.co.id – Pancasila merupakan dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta ideologi bangsa dan negara, bukan hanya untuk sebuah rangkaian kata-kata namun semua itu harus diwujudkan dan diaktualisasikan di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini seperti disampaikan Pamateri Sujarwo SPd dalam acara Serap Aspirasi Masyarakat dan Sosialisasi tentang Penataan Sistem Hukum dan Peraturan Perundang- undangan berdasarkan Pancasila sebagai Sumber segala Sumber Hukum Negara oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi PDI Perjuangan, Ir Mindo Sianipar di Balai Desa Gejagan Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, Minggu (24/1/2021).
Menurut Sujarwo, secara teoritis, Pancasila merupakan falsafah negara (philosofische gronslag). Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara dan dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
“Seperti yang di utarakan oleh Soekarno, ada lima prinsip sebagai philosofische grondslag bagi Indonesia, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang berbudaya,” ungkapnya.
Sujarwo mengatakan, Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang ada di Negara RI. Berarti semua sumber hukum atau peraturan-peraturan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undamg), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan hukumnya, semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
“Oleh karena itu, Pancasila memiliki kedudukan penting dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Maha pentingnya kedudukan Pancasila kemudian memberi kesadaran kepada bangsa Indonesia untuk menjadikannya sebagai rujukan mutlak bagi tatanan kehidupan baik dalam bersosial masyarakat, berpolitik, beragama, maupun berhukum,” katanya.
Pada tatanan hukum atau dalam berhukum, menurut Sujarwo, kedudukan Pancasila dipertegas sebagai sumber tertib hukum atau yang dikenal dengan sebutan sumber segala sumber hukum melalui Ketetapan MPR Nomor XX/MPRS/1966 jo Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 jo Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/1978.
“Maka dari itu, Pancasila menjadi sumber utama dalam tatanan hukum sehingga walaupun terdapat begitu banyak sumber hukum maka sumber hukum tersebut haruslah sesuai dengan Pancasila,” tukasnya.
Sujarwo menjelaskan, seperti yang tercantum dalam pasal 2 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara, yang memiliki makna menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofi negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
“Akan tetapi, walaupun Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum memiliki legitimasi yuridis baik dalam TAP MPR maupun dalam UU tetap saja tidak memberi jaminan kepastian hukum dalam tata urutan peraturan perundang-undangan,” katanya lagi.
Akibatnya, lanjut Sujarwo, keberadaan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum tidak memiliki unsur imperatif atau daya mengikat dalam hirarki perundang-undangan. Hal inilah yang kemudian menjadi persoalan.
“Tidak dimasukkannya Pancasila dalam hirarki peraturan perundang-undangan telah mengakibatkan munculnya disharmonisasi antara peraturan perundang-undangan. Tidak heran apabila terdapat Undang-Undang (UU) dan ataupun Peraturan Daerah (Perda) yang dibatalkan karena masalah disharmonisasi,” lanjutnya.
Untuk itu, tegas Sujarwo, sudah menjadi kebutuhan dalam berhukum agar memasukkan Pancasila dalam peraturan perundang-undangan.
“Upaya ini sebenarnya sesuai dengan stufenbautheorie atau kerangka hirarkis norma Hans Kelsen yaitu hirarki peraturan perundang-undangan dipuncaki oleh grundnorm (norma dasar) atau yang oleh muridnya Hans Nawiasky menyebutnya Staat fundamentalnorm (norma fundamental negara),” pungkas Sujarwo.
Untuk diketahui, acara serap aspirasi masyarakat kali ini diikuti anggota Kelompok Tani, Kelompok Ternak, anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan, tokoh masyarakat dan penyuluh pertanian.
Acara kali ini juga sedikit berbeda, karena digelar di tengah pandemic Covid – 19, untuk itu, panitia menerapkan protokol kesehatan.
Pantauan megapos.co.id, saat memasuki lokasi acara tersebut, setiap peserta dan undangan yang hadir memakai masker dan mencuci tangan menggunakan sabun yang telah disediakan oleh panitia. Tidak hanya itu, tempat duduk juga diatur sedemikian rupa untuk menerapkan physical distancing.
Reporter : Jumiati