DPRD Nganjuk Rakor Bersama Polres Nganjuk, Bahas Penerapan Restorative Justice
Nganjuk, megapos.co.id – Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nganjuk menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dengan Kepolisian Resort (Polres) Nganjuk, di Ruang Rapat Paripurna Senin (19/9/2022).
Dalam rakor yang dihadiri semua pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Nganjuk serta Staf Sekretariat DPRD, tersebut, membahas terkait penyelesaian permasalahan-permasalahan di Kabupaten Nganjuk.
Dalam rakor ini, sebagai narasumber langsung dipimpin oleh Kapolres Nganjuk AKBP Boy Jekson S, SH, S.I.K, M.H, didampingi semua Jajaran.
Tampak ikut mendampingi Kapolres Nganjuk, Kasat Intelkam AKP Laksono Setiawan, SH, Kasat Reskrim AKP I.Gusti Agung A.P, SH, S.I.K, MH, Kasat Samapta AKP M. Nur Huda S,P, Kasat Lantas AKP Dini Annisa Rahmat S.I.K, M.Si, dan Kasat Narkoba AKP Joko Santoso, S.Sos, M.H
“Tadi kami membahas terkait dengan permasalahan-permasalahan hukum yang ada di Kabupaten Nganjuk,” jelas Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, Tatit Heru Tjahjono.
Dalam rakor ini, kata Tatit, kalangan legislatif di DPRD Kabupaten Nganjuk salah satunya menanyakan mengenai penerapan restorative justice atau keadilan restoratif di instansi kepolisian.
“Kami tadi juga tanya apakah di kepolisian juga ada RJ (restorative justice). Ya maksudnya kalau ada kasus-kasus kecil seperti anak bertengkar, sudah diselesaikan di desa, apakah itu masih bisa dilaporkan lagi,” kata Tatit.
Menurut Tatit, berdasarkan keterangan yang diterima anggota dewan, di institusi kepolisian juga terdapat skema restorative justice.
“Ternyata juga ada (restorative justice yang diterapkan kepolisian). Termasuk salah satu contoh yang ditampilkan tadi ada pencurian motor karena keadaan ekonominya, kondisi ekonomi dia memang sangat membutuhkan,” tuturnya.
Pihak DPRD Kabupaten Nganjuk memang tengah mendorong penerapan restorative justice dalam perkara yang menjerat masyarakat kecil.
Restorative justice sendiri merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.
“Syarat sebuah perkara dapat diselesaikan dengan skema restorative justice harus memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana,” bebernya.
Berikutnya, ancaman pidana yang dilakukan tidak lebih dari lima tahun penjara, kerugian korban tidak lebih dari Rp2.500.000, dan harus ada perdamaian antara tersangka dengan korban.
Menurut Tatit, skema restorative justice harus disosialisasikan ke mayarakat.
“Hal begini (restorative justice) masyarakat harus tahu,” pungkas Tatit. (Adv/Endyk)