DaerahHead Line NewsPolitik & Pemerintahan

Komitmen RSUD Jombang : Layanan Psikologi Profesional melalui Surat Sehat Rohani

Jombang, megapos.co.id – Di era ketika kesehatan mental semakin mendapat perhatian serius, surat sehat rohani kini menjadi salah satu prasyarat penting dalam berbagai kebutuhan administratif, mulai dari lamaran kerja, seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga persyaratan calon legislatif. 

Hal ini seperti disampaikan CH. Widayanti, S.Psi., M.Si., M.Psi., Psikolog, Kepala Poli Psikologi RSUD Jombang, Kamis (21/8/2025).

Saat ini, menurut Widayati, kebutuhan tersebut semakin meningkat, terutama dalam rangka menyongsong persiapan penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

“Ribuan pelamar memerlukan dokumen resmi ini sebagai bagian dari proses seleksi, sehingga kehadiran layanan pemeriksaan yang profesional dan terpercaya menjadi sangat vital,” terangnya.

Namun, katanya, di tengah urgensi tersebut, masih muncul persoalan terkait penerbitan surat yang sekadar formalitas tanpa melalui prosedur pemeriksaan psikologi yang valid. Fenomena ini tentu mereduksi makna dari surat sehat rohani yang seharusnya menjadi jaminan kesejahteraan mental seseorang.

“Surat sehat rohani seharusnya lebih dari sekadar dokumen administratif; surat ini merupakan hasil penilaian menyeluruh atas kondisi psikologis seseorang, melalui wawancara, observasi, serta penggunaan instrumen psikologi terstandar,” ujarnya. 

Dalam praktik idealnya, jelas Widayati, pemeriksaan sehat rohani secara komprehensif menilai atau mengukur empat aspek (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan Pekerjaan atau Jabatan Tertentu), yaitu:

1. Profil kecerdasan: melihat kemampuan berfikir/daya penalaran, pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, daya abstraksi, daya ingat dan konsentrasi, serta kemampuan analisis.

2. Profil kepribadian: menyimpulkan ditemukan/tidak ditemukan tanda/gejala gangguan kepribadian yang bermakna dan dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

3. Potensi psikopatologi: menyimpulkan ditemukan/tidak ditemukan kecenderungan karakteristik patologis tertentu yang bermakna dan dapat mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan atau pekerjaan/jabatan.

4. Potensi khusus lainnya: dilakukan untuk informasi yang lebih kompleks/lengkap terkait potensi khusus lainnya, seperti pengukuran sikap kerja.

Dengan pemeriksaan yang menyeluruh seperti ini, surat sehat rohani lebih layak menjadi tolok ukur bahwa individu benar-benar berada dalam kondisi mental yang sehat dan siap menjalankan tugas atau tanggung jawab tertentu.

Dikatakannya, salah satu tantangan utama adalah keterbatasan akses layanan kesehatan jiwa, stigma yang masih melekat di masyarakat, serta rendahnya literasi kesehatan mental. 

“Dalam situasi ini, peran fasilitas kesehatan yang berkomitmen menjadi sangat strategis. Contoh nyata datang dari RSUD Kabupaten Jombang, yang selama setahun mampu menerbitkan kurang lebih 2.000 surat sehat rohani dan angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun,” urainya. 

Menurutnya, data ini menunjukkan tingginya kebutuhan masyarakat terhadap layanan pemeriksaan kesehatan jiwa, sekaligus menjadi bukti komitmen RSUD Jombang dalam menghadirkan pemeriksaan yang profesional dan terstandar.

“Sayangnya, hingga saat ini belum tersedia data resmi yang merinci jumlah agregat surat sehat rohani yang diterbitkan oleh semua RS pemerintah di Jawa Timur maupun di tingkat nasional Indonesia. Keterbatasan data ini menunjukkan bahwa pencatatan statistik semacam ini belum menjadi praktik rutin di provinsi maupun pusat,” bebernya lagi. 

Ke depannya, kata Widayati, penting bagi institusi kesehatan baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional untuk mulai mencatat dan melaporkan data tersebut secara sistematis guna meningkatkan transparansi dan efektivitas pelayanan.

“Layanan seperti yang dilakukan oleh RSUD Jombang membuktikan bahwa surat sehat rohani bisa bermakna lebih dari sekedar persyaratan administrative,” tuturnya. 

Ia juga menjadi simbol pentingnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental, membangun kepercayaan terhadap institusi kesehatan, sekaligus memastikan bahwa dokumen yang diterbitkan berlandaskan pemeriksaan ilmiah. 

“Bila model seperti ini diadopsi dan diperluas ke RS pemerintah lainnya di seluruh Indonesia, surat sehat rohani dapat bertransformasi menjadi lambang nyata komitmen bangsa terhadap kesehatan jiwa,” tukasnya.

Kini, menurut Widayati, saatnya masyarakat dan institusi bersama-sama mengubah paradigma. Surat sehat rohani bukan “stempel kosong,” melainkan pintu menuju kesadaran baru bahwa kesehatan mental adalah pondasi penting dalam membangun kehidupan produktif, aman, dan berkelanjutan. 

“Dengan dukungan rumah sakit berintegritas, tenaga profesional, serta partisipasi masyarakat, kita bisa menjadikan surat sehat rohani sebagai instrumen sejati bukan hanya untuk individu, tetapi juga untuk pembangunan Indonesia yang lebih sehat lahir batin,” tutupnya. (Nu).