DaerahHead Line NewsNganjukPendidikan

Penyembelihan Ala ‘Stunning’ Boleh, Tapi Harus Hati-hati

Nganjuk, megapos.co.id – Viralnya video penyembilan hewan dengan cara Stunning (pemingsanan_red) di media sosial mendapatkan respon beragam dari tokoh agamawan.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Nganjuk, KH Ali Mustofa Said angkat bicara.

Menurutnya, proses penyembelihan dengan teknologi stunning  telah melalui kajian akademis, higienis dan syar’i, sehingga kehalalannya tidak diragukan.

“Yang jelas diperbolehkan berdasarkan fatwa MUI ” tegasnya saat menghadiri Rapat Koordinasi Pimpinan Komisi-Komisi di Kantor Jl. Bromo 1 Ploso Nganjuk.

Meski diperbolehkan, menurut KH Ali Mustofa Said, pihaknya mewanti-wanti agar memperhatikan syarat dan proses yang harus dipenuhi sehingga kehalalannya jelas.

“Para tokoh agama harus terus mengingatkan agar cermat dan memperhatikan syarat yang telah ditentukan,” imbuhnya.

Teknologi stunning, menurutnya, sebuah ihtiyar yang telah menjadi kebutuhan masyarakat, khususnya Industri halal dalam menyediakan produk halal dalam jumlah besar.

“Ini Ihtiyar, semoga menjadi kemudahan dan manfaat bagi Industri dalam menyediakan produk halal,” pungkasnya.

Stunning Menurut Hukum Fiqih

Dikutip dari laman LPPOMMUI, Stunning adalah proses menghilangkan kesadaran hewan (pemingsanan) adalah metode yang di gunakan sebagian Industri halal dalam rangka efektivitas tetapi tidak menghilangkan kehalalan ya dalam proses penyembelihan.

Hal ini biasa dipraktikkan demi efisiensi dalam pengolahan dan penyembelihan.

Muhammad Iqbal Syauqi Kolomnis Kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging adalah bagiah dari geliat ekonomi sehari-hari. Bagi masyarakat Muslim, konsumsi daging di Indonesia biasa terkait dengan pengelolaan sembelihan ayam, kambing dan sapi.

Stunning banyak dikenal dalam industri besar perdagingan. Secara umum, tujuan stunning ini adalah menghilangkan kesadaran hewan yang disembelih, sehingga tidak melakukan perlawanan.

Kadang di rumah penyembelihan daging atau sentra-sentra sembelihan lainnya, mengurusi “pemberontakan” hewan-hewan sebelum disembelih bisa makan waktu sendiri, dan memperlambat proses. Apalagi hewan ini adalah hewan besar, seperti kambing dan sapi.

Meski ada pro dan kontra, mayoritas pendapat umum mengatakan bahwa stunning merupakan bentuk dari animal walfare (kesejahteraan hewan).

Hal ini disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Drs. KH. Sholahuddin Al Aiyub, M.Si.

Hadits Nabi Riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus mengatakan, bahwanya Allah SWT menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiap-tiap sesuai (tindakan).

Apabila kamu ditugaskan membunuh maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau hendak menyembelih maka sembelihlah dengan cara baik.

“Dan hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya dan memberikan kesenangan kepada yang disembelinya (yaitu tidak disiksa dalam penyembelihannya).”

Hadist ini merupakan salah satu landasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa dibolehkannya stunning dalam proses penyembelihan hewan. Hal ini tercantum dalam Fatwa MUI nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.

Ada tiga alasan dibolehkannya penyembelihan hewan dengan sistem stunning, yaitu:

Penggunaan mesin untuk stunning dimaksudkan mempermudah roboh dan jatuhnya hewan yang akan disembelih di tempat pemotongan serta untuk meringankan rasa sakit hewan.

Hewan yang roboh karena dipingsankan di tempat penyembelihan, apabila tidak disembelih akan bangun sendiri lagi dalam keadaan segar seperti semula.

Penyembelihan dengan sistem stunning tidak mengurangi keluarnya darah mengalir, bahkan akan lebih banyak dan lebih lancar sehingga dagingnya lebih bersih.

Tentunya, pelaksanaan stunning disertai dengan persyaratan tertentu, diantaranya:

Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta cedera permanen.

Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan.

Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan.

Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat a, b, c, serta tidak digunakan antara hewa halal dan nonhalal (babi) sebagai langkah preventif.

Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang menjamin terwujudnya syarat a, b, c, dan d.

“Meski begitu, penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning dan semacamnya,” ujar Aiyub. (ro)