Seminggu Setelah Diresmikan, Atap SD di Kota Blitar Ambruk
Blitar, megapos.co.id – Malu besar menimpa Pemerintah Kota Blitar. Hanya seminggu setelah proyek rampung dan diserahterimakan, atap teras SD Negeri Bendo 1 Kecamatan Kepanjenkidul ambruk pada Kamis (16/10/2025) pagi.
Peristiwa itu terjadi saat kegiatan belajar mengajar masih berlangsung, sekitar pukul 10.00 WIB. Suara keras dari runtuhan membuat guru dan murid panik berhamburan keluar kelas, sementara warga sekitar berdatangan karena mengira terjadi ledakan.
“Tadi pas anak-anak belajar, tiba-tiba bruk! Semua panik. Untung nggak kena siapa-siapa,” ujar seorang warga yang menyaksikan langsung kejadian itu.
Beruntung tak ada korban jiwa. Namun, rasa takut dan trauma masih menyelimuti para siswa yang seharusnya bisa belajar dengan aman.
Yang lebih mengejutkan, atap yang ambruk adalah hasil proyek rehabilitasi sekolah yang baru saja diserahterimakan.
Proyek ini menggunakan APBD Kota Blitar tahun anggaran 2025 sebesar Rp152.543.000, dikerjakan oleh CV Sido Jaya Perkasa dengan masa kerja 90 hari kalender.
Kini, bangunan yang baru seminggu dinyatakan “selesai” itu berubah menjadi simbol bobroknya pengawasan proyek pemerintah.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Blitar, Yasa Kurniawanto, tidak menahan amarahnya saat meninjau lokasi.
Ia menyebut, kejadian ini memalukan dan mencerminkan lemahnya tanggung jawab moral pejabat teknis maupun rekanan proyek.
“Baru seminggu diserahterimakan, belum sempat dipakai, sudah ambruk! Ini bukan bangunan, ini tempelan. Seperti ditempel-tempel saja. Kalau kualitasnya begini, jelas ada yang tidak beres,” tegas Yasa dengan nada tinggi.
Yasa mendesak agar seluruh pekerjaan proyek di SDN Bendo 1 dihentikan total, dan investigasi penuh segera dilakukan.
“Kami akan panggil semua — kontraktor, konsultan, pengawas, sampai PPK. Semua harus bertanggung jawab. Jangan ada yang sembunyi di balik meja!” katanya tajam.
Politisi itu juga memperingatkan agar tidak ada lagi permainan kotor dalam proyek pendidikan.
“Ini proyek uang rakyat, bukan proyek coba-coba. Kalau nanti terbukti ada mark-up, ada yang main kualitas, seret ke meja hukum! Kami akan kawal sampai tuntas,” tandasnya.
Insiden ini menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Kota Blitar. Bukannya meningkatkan mutu fasilitas pendidikan, proyek yang mestinya membawa kenyamanan justru mengancam keselamatan anak-anak.
Ironisnya, proyek senilai ratusan juta rupiah itu baru saja diserahterimakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana proses pemeriksaan dan penerimaan proyek bisa lolos dengan kondisi seburuk ini?
Sumber internal di lingkungan sekolah menyebut, sejak awal terlihat kejanggalan dalam pengerjaan.
“Bahan yang dipakai tipis, sambungan asal-asalan. Tapi karena buru-buru mau selesai, ya dibiarkan,” ujar seorang pegawai sekolah yang enggan disebut namanya.
Hingga berita ini dirilis, pihak Dinas Pendidikan Kota Blitar bungkam. Tak satu pun pejabat bersedia memberikan pernyataan resmi.
Sementara area sekolah kini dipasangi garis pengaman dan dinyatakan tidak layak digunakan sampai penyelidikan selesai.
Kasus ambruknya atap SDN Bendo 1 bukan sekadar insiden teknis — ini adalah alarm keras bagi pemerintah daerah.
Setiap proyek pendidikan mestinya dibangun di atas komitmen dan integritas, bukan di atas laporan fiktif dan material murahan.
Keselamatan anak-anak bukan angka dalam RAPBD, tapi nyawa yang harus dilindungi. Dan ketika uang rakyat dihamburkan untuk proyek setengah hati, maka yang runtuh bukan cuma atap sekolah — tapi juga kepercayaan publik kepada pemerintah. ( Tim )