Cegah Hoaks dan Ujaran Kebencian, IAIN Tulungagung Gelar Seminar
Tulungagung, megapos.co.id – Untuk memerangi berita hoaks dan ujaran kebencian (hate speech) di media sosial (medsos) jelang Pemilu 17 April 2019 mendatang, perlu adanya sinergitas antara anak muda dan media.
Untuk mendukung itu semua, IAIN Tulungagung melaksanakan seminar hukum tentang peran media dan anak muda dalam menghadapi Pemilu 2019 di Gedung Saifudin Zuhri lantai 6 IAIN Tulungagung, Selasa (2/4/2019).
Adapun pemateri dalam seminar ini adalah Nur Elya Anggraini Divisi Humas dan Hubungan antar Lembaga Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tulungagung M. Aminun Jabir, Dosen IAIN Tulungagung Ahmad Gelora Mahardika yang dipandu oleh moderator Mukhsin. Acara ini dihadiri ratusan mahasiwa IAIN Tulungagung.
Dalam paparannya Nur Elya Anggaraini mengatakan, yang menjadi titik tekan dalam hal ini adalah memerangi berita hoaks dan ujaran kebencian yang banyak bertebaran di media sosial.
“Saya mengajak anak-anak muda yang disebut era millenial yang melek teknologi informasi untuk bersama-sama memerangi berita hoaks dan ujaran kebencian,” ucapnya.
Terkait money politic, dengan tegas Nur Elya menolak. Bahkan dia meminta kepada mahasiswa yang hadir untuk menerima uangnya, dan melaporkan kejadiannya. “Selama hari tenang, Bawaslu akan patroli anti politik uang,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua PWI Tulungagung, M. Aminun Jabir mengatakan, kegiatan seperti ini sangat positif. Karena, mahasiswa sudah ikut mewarnai pesta demokrasi ini. “Dalam hal ini media harus mendukung gerakan pemuda ini. Bagaimana menciptakan demokrasi yang berkualitas dan bermartabat,” ujarnya.
Dikatakan, mahasiswa tidak hanya duduk belajar saja, tapi juga ikut menentukan bagaimana calon pemimpin masa depan yang berkualitas dan berpihak kepada rakyat.
“Kalau ada media yang ingin meliput salah satu paslon capres dan cawapres, calon DPR RI serta calon legislatif, itu bebas. Yang terpenting adalah mengeksplorasi, memberitakan sesuai dengan kode etik jurnalistik,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelaksanaan dan pasca pemilu serentak tahun 2019 ini, memang ada wacana dari pemerintah bahwa anak muda atau mahasiswa -mahasiswi akan dilibatkan dalam panita pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS) dan sebagainya.
“Ini adalah salah satu terobasan yang sangat bagus. Karena petugas PPS di tingkat desa semuanya orang-orang tua, padahal sistem politiknya sudah moderen, harus pakai komputer dan lain sebagainya,” urainya.
Menurut Jabir, dari situlah peran pemuda yang harus dimainkan oleh pemerintah, dan harus dituangkan dalam aturan, sehingga penyelenggara di tingkat desa bisa diisi oleh anak-anak muda. Karena anak muda ini masih netral, sehingga kenetralan ini yang sangat penting, dan pemilu yang akan datang bisa dimasukkan dalam undang-undang.
Untuk meminimalisir kecurangan dalam pemilu, lanjut Jabir, masyarakat harus aktif dan melaporkan kecurangan kepada pihak-pihak terkait seperti media, sehingga media akan tahu dan mengekspos.
“Karena selama kecurangan dan pelanggaran pemilu yang tidak terekspos tentu akan menjadi pelajaran buruk bagi demokrasi Indoneaia,” jelasnya.
Reporter : Agus Budiyanto
Editor : M. Hartono