Peringatan Tandingan HUT Nganjuk, Kotasejuk Gelar Ritual Manusuk Sima
Nganjuk, megapos.co.id – Peringatan HUT Nganjuk yang dirayakan dengan visual alegoris boyong dari kecamatan Berbek ke Pendopo Kabupaten Nganjuk menyulut keprihatinan Komunitas Pecinta Sejarah Nganjuk (Kotasejuk).
Komunitas menilai HUT Nganjuk berbeda dengan boyong, karena masing-masing peristiwa bersejarah di Nganjuk ini memiliki nilai sejarah dan masa yang berbeda.
Bila HUT Nganjuk mengacu pada isi prasasti Anjuk Ladang 10 April 937 Masehi, masa mataram medang raja sindok, sedangkan peristiwa boyong, perpindahan pemerintahan Kabupaten Berbek ke Kota Nganjuk, 6 Juni 1880, era Kolonial Belanda.
Untuk itu, Kotasejuk mengadakan peringatan tandingan dengan menggelar ritual Manusuk Sima dipusatkan di Candilor, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Sabtu (10/4/2021).
Prosesi Manusuk Sima diawali dari pintu gapura Candi Lor menuju barat candi diikuti sekitar 25 orang, masing-masing memperagakan sebagai tokoh yang terlibat dalam prosesi penetapan sima.
Posisi paling depan seorang makudur, pemimpin upacara manusuk sima berjalan membawa dupa diikuti Pu Sindok dan 2 istrinya, Dyah Kebi dan Dyah Mangibil, menyusul 2 orang mahapatih, Pu Sahasra dan Pu Baliswara, kemudian berturut-turut kanuruhan Pu Da, Samgat Pu Anjukladang, di belakangnya para prajurit medang, Kepala Desa Tepisiring, dan rakyat Anjukladang.
Nama-nama tokoh itu sesuai nama dan jabatan dalam prasasti Candilor, sampai di depan prasasti sang makudur mulai memimpin upacara Manusuk Sima, sedangkan para undangan turut menjadi saksi hingga prosesi usai.
Saat sang makudur mulai membaca mantera dengan memecah telur di bawah prasti, sambil membaca sapatha atau sumpah yang ditujukan kepada siapa saja yang berusaha melanggar sumpah yang sudah ditetapkan, maka mereka akan mendapat kutukan dewa dan malapetaka. Berdasarkan isi prasasti penetapan sima, selalu diakhiri dengan perayaan, pesta makan dan minum.
Sukadi, Peneliti Sejarah Nganjuk mengatakan, upacara Manusuk Sima merupakan ruh dari prosesi penetapan sima, dimana sebelumnya dilakukan pemberian hadiah berupa uang emas atau perak, dan kain kepada semua yang hadir, turut menjadi saksi.
Sementara itu, Sejarawan Nganjuk, Rudy Handoko menuturkan, antara HUT Nganjuk dengan boyong adalah suatu peristiwa sejarah yang berbeda. “Karena di antara kedua peristiwa tersebut memiliki rentang masa yang sangat lama. Bila HUT Nganjuk sumbernya adalah prasasti Candilor 10 April 937 masehi, sedang boyong sumbernya adalah SK Belanda 6 Juni 1880 berpusat di Berbek. sehingga setiap HUT Nganjuk, seharusnya dipusatkan di Candilor bukan di Berbek,” terang Rudy.
“Jadi yang benar itu ya di sini ini, peringatan HUT Nganjuk, karena mengacu pada isi prasasti Candilor memang isinya seperti itu,” jelas Rudy.
Selain dilakukan oleh Kotasejuk, ritual Manusuk Sima juga didukung oleh Forum Pemuda Bintang Nganjuk dan beberapa seniman.
Editor : Jumiati