FMR dan Ratu Adil Bersama Warga Gambar Anyar Temukan Hutan Lindung Fiktif
Blitar, megapos.co.id – Front Mahasiswa Revolusioner (FMR) bersama dengan masyarakat petani Desa Gambar Anyar mengadakan audiensi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blitar bersama dengan ATR/ BPN, Selasa (21/10/2024) di aula Dinas Pertanian.
Dalam audiensi tersebut membahas terkait dengan kewajiban plasma yang harus dipenuhi oleh PD Gambar Anyar sebagai pengelola perkebunan yang terletak di Desa Sumber Asri Kecamatan Nglegok.
Dalam audiensi tersebut, juga ditemukan laporan adanya hutan lindung fiktif seluas 100 hektar hasil dari investigasi selama 1,5 tahun.
Pemaparan terkait dengan kewajiban plasma yang saat ini masih belum dipenuhi kewajibannya oleh PD Gambar Anyar untuk masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan tersebut dijelaskan oleh Tyak, salah satu anggota FMR.
Plasma merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengelola perkebunan untuk dikelola bersama warga yang tinggal di sekitar perkebunan.
Dalam pengelolaan lahan plasma ini disediakan untuk warga dengan perjanjian kerjasama warga penggarap yang tinggal di sekitar hutan.
“Pengelolaan plasma tersebut harusnya jadi kesejahteraan warga sekitar perkebunan, agar masyarakat bisa ikut serta untuk melindungi ekosistem perkebunan agar tidak disalah gunakan,” ungkap Tyak.
Sedangkan besaran luas lahan yang harus disediakan pengelola perkebunan sekitar 20 persen dari luas lahan yang masuk dalam dalam wilayah yang di kelola oleh PD Gambar Anyar.
Saat ini PD Gambar Anyar mengelola 600 hektar lahan perkebunan, sehingga plasma yang harus diberikan dan di kerjasamakan dengan warga sekitar 120 hektar.
Dari pemaparan terkait dengan plasma tersebut, tujuan dari pemenuhan kewajiban plasma adalah untuk mencegah konflik dengan warga yang tinggal di sekitar perkebunan, pemberdayaan masyarakat dan juga untuk kesejahteraan masyarakat.
Ketua Ratu Adil Mohammad Trijanto yang hadir dalam audiensi tersebut mengatakan bahwa lahan plasma yang belum di penuhi bisa menjadi konflik horizontal dimasyarakat sekitar perkebunan.
Selain itu lahan plasma 120 hektar tersebut bisa dikerjasamakan dengan pihak perkebunan.
“Selain belum dipenuhi kewajiban plasmanya, sari investigasi yang dilakukan oleh kawan kawan mahasiswa ternyata ditemukan adanya informasi bahwa perkebunan punya hutan lindung 100 hektar dalam pengelolaan mereka, tetapi kenyataan tidak ada dan temuan hutan lindung fiktif itu dipaparkan di audiensi ini,” ujar Trijanto.
Trijanto juga menambahkan, bahwa FMR dan Ratu Adil bersama dengan para petani akan kembali melakukan aksi jika Pemkab Blitar tidak ada kejelasan dari pemerintah terkait hasil nyata masalah plasma.
“Kalau hasilnya tetap nihil, maka para petani akan melakukan mosi tidak percaya terhadap Pemkab Blitar dan ATR BPN. Deadline maksimal 15 November 2024,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blitar Toha Mashuri mengatakan bahwa pihaknya akan memfasilitasi apa yang diminta oleh para warga sekitar perkebunan untuk mendapatkan plasma dari pengelola perkebunan.
Sesuai dengan apa yang dibicarakan dalam audiensi tersebut pihak perkebunan juga harus menyediakan lahan plasma bagi warga sekitar perkebunan.
“Kita akan mencoba untuk memfasilitasi dan memediasi keinginan warga kepada pengelola perkebunan agar warga masyarakat mendapatkan plasma tersebut,” kata Toha.
Sedangkan dari pihak ATR/BPN salam audiensi tersebut masih belum bisa dikonfirmasi setelah pertemuan tersebut dengan alasan bahwa keberadaan ATR/BPN hanya sebatas mengikuti audiensi. (Ayu)